BBM

Etanol dalam BBM Pertamina Dipuji Ahli, Ramah Lingkungan dan Aman

Etanol dalam BBM Pertamina Dipuji Ahli, Ramah Lingkungan dan Aman
Etanol dalam BBM Pertamina Dipuji Ahli, Ramah Lingkungan dan Aman

JAKARTA - Kandungan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) Pertamina kembali menjadi sorotan publik setelah sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta menyatakan kekhawatiran. 

Namun, para pakar energi dan mesin menilai anggapan tersebut berlebihan. Justru, kadar etanol 3,5 persen dinilai aman, sesuai standar internasional, dan memberikan manfaat positif bagi lingkungan maupun performa kendaraan.

Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yus Widjajanto, menegaskan bahwa secara teknis penambahan etanol pada bensin tidak membawa dampak negatif yang signifikan

. Bahkan, ia menyebutkan bahwa kandungan etanol dengan kadar tersebut hampir tidak terasa oleh pengguna kendaraan.

“Jadi kalau kandungan etanolnya hanya 3,5 persen, energi yang turun hanya sekitar 1 persen. Artinya daya mesin hanya berkurang sekitar 1 persen, dan itu tidak akan terasa. Dikonsumsi bahan bakar tidak akan lebih boros, ditarikan kendaraan tetap enak saja, enggak akan terasa. Karena secara internasional, penurunan daya baru terasa kalau sudah mencapai 2 persen,” ujar Tri saat dihubungi.

Etanol dan Performa Kendaraan

Tri menjelaskan bahwa kandungan energi etanol memang lebih rendah dibandingkan bensin, yakni di kisaran 26,8–29,7 megajoule per kilogram (MJ/kg), sementara bensin berada pada angka 40 MJ/kg. Namun, perbedaan itu tidak memberi pengaruh nyata pada mesin, terutama jika kadarnya kecil.

Selain itu, etanol memiliki angka oktan atau research octane number (RON) yang sangat tinggi, yaitu sekitar 110–120. 

Dengan penambahan etanol 3,5 persen, nilai RON dalam bensin justru meningkat sebesar 3,85–4,2 poin. Artinya, bahan bakar menjadi lebih berkualitas untuk proses pembakaran di mesin kendaraan.

“Bahkan Shell di Amerika pun menjual bensin yang dicampur etanol 10%, dan di sana baik-baik saja. Di Brazil kadarnya sampai 85%, Australia juga sudah pakai. Jadi kadar 3,5 persen di Indonesia ini tergolong kecil dan sangat aman,” jelas Tri.

Menurutnya, isu penolakan dari SPBU swasta lebih condong ke arah kepentingan bisnis. “Saya melihat ini lebih ke isu yang digunakan untuk menekan pemerintah agar mengeluarkan lagi kuota impor mereka,” katanya.

Dampak Positif Bagi Lingkungan

Hal senada juga diungkapkan Muhammad Rifqi Dwi Septian, Dosen Jurusan Rekayasa Minyak dan Gas Institut Teknologi Sumatra (ITERA). Menurut Rifqi, penggunaan etanol dalam bahan bakar memberikan kontribusi penting untuk mengurangi polusi udara.

“Etanol memiliki kandungan oksigen yang tinggi, sehingga pembakarannya lebih sempurna. Itu membuat kadar karbon monoksida dan hidrokarbon tidak terbakar bisa berkurang, artinya lebih ramah lingkungan,” kata Rifqi.

Selain menekan polutan, etanol juga meningkatkan angka oktan bahan bakar menjadi lebih tinggi, di kisaran 108–113. Angka oktan yang tinggi berbanding lurus dengan efisiensi pembakaran di mesin, sehingga performa kendaraan justru menjadi lebih optimal.

Kekhawatiran Berlebihan soal Karat Mesin

Salah satu isu yang kerap diangkat mengenai bahan bakar bercampur etanol adalah potensi menimbulkan karat atau kerusakan pada mesin. Namun, Rifqi menilai anggapan tersebut terlalu dilebih-lebihkan.

“Kalau produksinya sesuai standar dan sistem penyimpanannya baik, risikonya sangat kecil. Apalagi kendaraan modern sekarang sudah kompatibel dengan bahan bakar campuran etanol,” jelas Rifqi.

Dengan standar produksi dan distribusi yang diterapkan Pertamina, menurut Rifqi, potensi masalah teknis akibat etanol nyaris tidak ada.

Dukungan Terhadap Program Energi Terbarukan

Etanol sendiri merupakan senyawa kimia hasil fermentasi bahan nabati seperti tebu, jagung, atau singkong. Di Indonesia, pencampuran etanol dalam BBM sejalan dengan program pemerintah untuk mengembangkan energi terbarukan serta menekan emisi gas buang.

Selain itu, pemanfaatan etanol juga mendukung diversifikasi energi. Dengan mengurangi ketergantungan penuh pada minyak fosil impor, Indonesia dapat memperkuat ketahanan energi nasional.

Tri dan Rifqi sama-sama menekankan bahwa penerapan etanol dalam BBM bukanlah hal baru di dunia. Amerika Serikat telah lama menggunakan bensin dengan kadar etanol 10 persen, sementara Brazil bahkan mencapai 85 persen. 

Negara-negara tersebut terbukti tetap stabil dalam performa mesin kendaraannya sekaligus berhasil mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.

Menjawab Kekhawatiran Pasar

Penolakan dari sebagian SPBU swasta dinilai para ahli lebih berkaitan dengan dinamika bisnis ketimbang persoalan teknis. Pasalnya, dari sisi performa maupun standar internasional, kadar etanol 3,5 persen bukanlah hal yang merugikan.

Pakar menilai masyarakat tidak perlu khawatir menggunakan BBM bercampur etanol. Justru, langkah ini bisa menjadi terobosan menuju bahan bakar yang lebih ramah lingkungan sekaligus mendukung target pemerintah untuk menurunkan emisi karbon.

Penutup

Kebijakan penambahan etanol dalam BBM Pertamina seharusnya dipandang sebagai bagian dari upaya jangka panjang menuju energi bersih, bukan sekadar isu teknis. 

Bukti empiris dari negara lain, ditambah dukungan kajian para akademisi, menunjukkan bahwa etanol mampu menjaga performa kendaraan, meningkatkan angka oktan, serta memberi manfaat bagi lingkungan.

Dengan kadar yang relatif rendah, yaitu 3,5 persen, masyarakat tidak perlu khawatir akan dampak negatifnya. Sebaliknya, inisiatif ini bisa menjadi langkah awal Indonesia menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index