JAKARTA - Transformasi sistem logistik nasional menuju efisiensi dan keberlanjutan membutuhkan kerja sama lebih dari sekadar satu institusi.
Hal inilah yang ditekankan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), saat membahas strategi penertiban kendaraan over dimension over loading (ODOL).
Menurutnya, keberhasilan kebijakan zero ODOL tidak bisa hanya bergantung pada satu kementerian atau lembaga, melainkan hasil dari kolaborasi menyeluruh yang melibatkan berbagai pihak.
“Saya bersama sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan dan juga para pemimpin dari berbagai K/L sejak awal mengawal isu penertiban kendaraan ODOL, over dimension overload,” kata AHY di Jakarta, Senin.
Kolaborasi Lintas K/L untuk Kebijakan yang Komprehensif
AHY menjelaskan, koordinasi antarinstansi seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Pusat Statistik, Kementerian Pekerjaan Umum, hingga Bappenas merupakan elemen penting agar kebijakan zero ODOL berjalan efektif tanpa menimbulkan gangguan besar terhadap roda perekonomian.
Ia menekankan bahwa setiap kementerian memiliki fokus yang berbeda. Ada yang mengutamakan aspek keselamatan jalan, ada yang melihat dampak ekonominya, sementara yang lain memperhatikan sisi sosial dari kebijakan tersebut.
“Di sini kita lebur, setiap K/L pasti punya concern, ada yang menitikberatkan pada dampak ekonomi misalnya jika ODOL ditertibkan. Ada yang mengedepankan aspek keselamatan dan ada juga yang memikirkan dampak sosial,” ujar AHY.
Dengan sinergi lintas sektor, pemerintah berharap setiap kepentingan dapat diakomodasi dalam satu kerangka kebijakan yang terintegrasi.
Mengedepankan Dialog dan Uji Coba
Alih-alih mengambil langkah sepihak, pemerintah berkomitmen mengedepankan pendekatan dialog, riset, serta uji coba di sejumlah wilayah sebelum menerapkan aturan secara menyeluruh.
AHY menegaskan, cara ini ditempuh untuk memastikan bahwa penertiban ODOL bukan hanya sekadar menekan pelanggaran, melainkan juga memberikan solusi realistis yang tidak membebani pelaku usaha.
Pemerintah juga menyiapkan skema insentif dan penyesuaian regulasi industri. Hal tersebut bertujuan agar perusahaan logistik, industri karoseri, dan sektor terkait lainnya tetap mampu beradaptasi tanpa mengalami tekanan berlebihan.
Logistik Nasional yang Efisien dan Ramah Lingkungan
Lebih jauh, AHY menilai kolaborasi lintas kementerian tidak hanya relevan untuk menertibkan kendaraan ODOL, tetapi juga untuk membangun sistem logistik nasional yang efisien, aman, dan ramah lingkungan.
Kebijakan ini diproyeksikan membawa dampak luas, mulai dari memperkuat daya saing industri dalam negeri, menekan biaya distribusi barang, hingga meningkatkan keselamatan lalu lintas
“Tidak boleh ada yang merasa lebih penting dari yang lain. Tetapi ketika harus diletakkan pada prioritasnya, tentu keselamatan manusia tidak ada yang lebih tinggi dari itu,” tegas AHY.
Fondasi Menuju Zero ODOL 2027
Pemerintah telah menargetkan kebijakan zero ODOL berlaku efektif secara nasional mulai 1 Januari 2027. Target ini disusun sebagai tonggak penting dalam menata transportasi barang yang lebih teratur dan mendukung keberlanjutan ekonomi Indonesia.
Untuk mencapainya, AHY menyebut sinergi lintas sektor adalah fondasi utama. Tanpa keterlibatan kementerian/lembaga lain dan pelaku swasta, kebijakan ini akan sulit terwujud secara konsisten.
Selain itu, langkah penertiban kendaraan bermuatan berlebih juga diharapkan menciptakan iklim usaha yang lebih sehat, mendorong investasi baru di sektor transportasi barang, serta memperkuat industri pendukung seperti karoseri dan manufaktur kendaraan.
Peran Menko AHY dalam Mengawal Sinergi
Sebagai Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, AHY memiliki peran strategis dalam mengkoordinasikan sedikitnya lima kementerian, yakni:
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN),
Kementerian Pekerjaan Umum,
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman,
Kementerian Transmigrasi,
serta Kementerian Perhubungan.
Dengan mandat tersebut, AHY berada pada posisi penting untuk memastikan kebijakan zero ODOL terintegrasi dengan agenda pembangunan infrastruktur nasional yang lebih luas.
Dampak Positif yang Diharapkan
Jika implementasi berjalan mulus, kebijakan zero ODOL diharapkan membawa sejumlah dampak positif, antara lain:
Meningkatkan keselamatan jalan raya, dengan mengurangi risiko kecelakaan akibat kendaraan bermuatan berlebih.
Mengurangi kerusakan infrastruktur jalan, sehingga anggaran pemeliharaan bisa lebih efisien.
Mendorong efisiensi biaya logistik nasional, yang saat ini masih tergolong tinggi dibanding negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Memperkuat daya saing industri domestik, terutama sektor transportasi dan karoseri.
Menciptakan sistem logistik ramah lingkungan, sejalan dengan agenda keberlanjutan yang menjadi perhatian global.
Kesimpulan: Sinergi sebagai Jalan Tengah
Kolaborasi lintas kementerian/lembaga yang ditekankan AHY menegaskan bahwa kebijakan zero ODOL bukan hanya isu teknis transportasi, tetapi bagian dari strategi besar membangun ekosistem logistik nasional yang berkelanjutan.
Dengan menyatukan kepentingan berbagai sektor, pemerintah berupaya menghadirkan solusi komprehensif yang tidak hanya berorientasi pada penindakan, tetapi juga pada keberlangsungan ekonomi dan keselamatan publik.
AHY optimistis, melalui sinergi lintas K/L, target penerapan zero ODOL pada 2027 bisa terwujud dengan dampak positif yang signifikan bagi masa depan transportasi dan logistik Indonesia.