LRT

Proyek Sky Train LRT Harjamukti–Mekarsari Butuh Rp6,6 Triliun

Proyek Sky Train LRT Harjamukti–Mekarsari Butuh Rp6,6 Triliun
Proyek Sky Train LRT Harjamukti–Mekarsari Butuh Rp6,6 Triliun

JAKARTA - Rencana pengembangan transportasi massal di wilayah Jabodetabek kembali mengemuka. 

Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebut kebutuhan investasi untuk membangun jalur penghubung (feeder) Stasiun LRT Harjamukti–Mekarsari diperkirakan mencapai Rp6,6 triliun.

Proyek ini digadang-gadang menjadi salah satu solusi mengurangi kepadatan lalu lintas perkotaan, khususnya dengan menghadirkan moda sky train sepanjang 22 kilometer.

“Sky train sekitar 22 kilometer. Kalau misalnya kita lihat sky train itu kan harganya Rp300–400 miliar per kilometer. Jadi tinggal dikalikan saja,” jelas Direktur Jenderal Perkeretaapian, Allan Tandiono, dalam acara media briefing di Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Skema Biaya dan Rute yang Dibahas

Dengan asumsi biaya pembangunan Rp300–400 miliar per kilometer, total investasi yang dibutuhkan untuk proyek sepanjang 22 km ini mencapai Rp6,6 triliun.

Menurut Allan, hingga kini pihaknya masih aktif berdiskusi dengan calon investor mengenai pemilihan rute pasti sky train. Tidak hanya sekadar menuju Mekarsari, rute yang tengah dikaji juga mencakup kawasan Kota Wisata dan berpotensi diteruskan ke arah barat.

DJKA menilai pelibatan pengembang properti dalam proyek ini menjadi penting. 

Kehadiran sky train diharapkan mampu memberikan layanan transportasi yang memadai bagi masyarakat yang tinggal di kawasan perumahan baru, sekaligus mendukung pertumbuhan tata kota yang lebih terintegrasi.

“Terkait feeder dari Stasiun Harjamukti atau kelanjutan dari LRT, memang ada beberapa rute yang sedang kita diskusikan dengan calon investor,” kata Allan.

Minat Investor Mulai Terlihat

Proyek ini sudah sempat dipaparkan kepada calon investor dalam investor gathering pada Mei 2025. Hasilnya, salah satu investor telah mengajukan Letter of Intent (LoI) sebagai bentuk minat awal untuk membangun feeder LRT tersebut.

Hal ini dikonfirmasi oleh Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api DJKA Kemenhub, Arif Anwar. 

“Ini sudah ada investor yang mengajukan LoI, dan mereka saat ini sedang melakukan kajian. Jadi kami menunggu penyelesaian kajian dari para investor tersebut,” jelasnya.

Meski sudah ada LoI, pemerintah menegaskan pintu investasi tetap terbuka lebar. “Kita masih mempersilakan investor siapa yang mau masuk, yang jelas belum ada kontrak dengan kita. Jadi kajian silakan dulu di investor,” tambah Arif.

Urgensi Transportasi Massal

Arif menekankan bahwa kebutuhan transportasi perkotaan semakin mendesak, terutama di wilayah dengan pertumbuhan penduduk dan mobilitas tinggi. Dengan meningkatnya kemacetan, transportasi massal berbasis rel dipandang sebagai solusi jangka panjang.

“Kebutuhan layanan transportasi perkotaan sangat mendesak saat ini dalam rangka mengurangi tingkat kemacetan kota melalui penggunaan transportasi massal,” tegasnya.

Karena itu, investasi pada proyek-proyek seperti sky train feeder LRT ini dianggap sangat penting. Selain mengurai kemacetan, proyek ini juga akan memberikan pilihan transportasi yang lebih efisien, aman, dan ramah lingkungan bagi masyarakat perkotaan.

Peluang Ekonomi di Balik Proyek

Selain manfaat transportasi, proyek ini dinilai membuka peluang besar bagi investor maupun pengembang. Kehadiran jalur feeder akan meningkatkan nilai kawasan perumahan dan properti di sekitarnya, serta mendukung pertumbuhan bisnis lokal.

Dengan integrasi yang lebih baik, sky train feeder diharapkan memacu peningkatan mobilitas tenaga kerja, distribusi barang, hingga memperkuat produktivitas perkotaan. 

Hal ini selaras dengan agenda pembangunan nasional yang menekankan pentingnya infrastruktur transportasi sebagai tulang punggung perekonomian.

Tantangan Realisasi Proyek

Meskipun peluang terlihat besar, pembangunan sky train sepanjang 22 km ini tentu tidak lepas dari tantangan. Selain kebutuhan biaya yang sangat besar, proses pembebasan lahan dan sinkronisasi dengan rencana tata ruang menjadi isu yang perlu diselesaikan sejak dini.

Di sisi lain, pilihan skema pembiayaan juga menjadi faktor penentu. Pemerintah kemungkinan akan mendorong skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), agar risiko investasi bisa dibagi secara proporsional.

Selain itu, keberhasilan proyek sangat bergantung pada kepastian jumlah penumpang (ridership). Oleh karena itu, DJKA menilai keterlibatan pengembang properti sebagai mitra penting agar jalur sky train benar-benar melayani kawasan padat penduduk.

Harapan Pemerintah

Dengan adanya jalur feeder Harjamukti–Mekarsari, pemerintah berharap layanan LRT tidak hanya berhenti sebagai transportasi perkotaan pusat, tetapi juga menjangkau kawasan satelit dan perumahan baru. 

Integrasi ini akan membuat LRT lebih relevan bagi mobilitas sehari-hari masyarakat.

Jika terealisasi, proyek ini akan menjadi salah satu jaringan transportasi massal modern yang tidak hanya menekan tingkat kemacetan, tetapi juga berpotensi memperbaiki kualitas udara dan menurunkan ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi.

Penutup

Proyek sky train feeder LRT Harjamukti–Mekarsari dengan investasi sekitar Rp6,6 triliun menjadi salah satu upaya besar pemerintah dalam memperluas jangkauan transportasi massal Jabodetabek. 

Meski membutuhkan biaya besar dan kajian matang, kehadiran proyek ini diyakini bisa memperkuat mobilitas perkotaan sekaligus membuka peluang ekonomi baru.

Seperti disampaikan Arif Anwar, kebutuhan transportasi massal kini sangat mendesak. Dengan dukungan investor dan kolaborasi pengembang, jalur feeder ini diharapkan mampu mempercepat transformasi transportasi perkotaan Indonesia menuju sistem yang lebih efisien, inklusif, dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index