JAKARTA - Peredaran rokok ilegal di Indonesia kini menjadi persoalan serius yang tak bisa lagi dianggap sepele. Produk tanpa pita cukai kian mudah ditemukan di pasaran, memperlihatkan bahwa praktik ini berlangsung masif dan terorganisir.
Kondisi ini bukan hanya merugikan industri rokok yang taat aturan, tetapi juga menggerus penerimaan negara dari sektor cukai yang seharusnya menjadi sumber penting pendapatan nasional.
Dari sisi kebijakan fiskal, kerugian akibat rokok ilegal berarti berkurangnya dana yang seharusnya dapat digunakan untuk mendanai pembangunan dan program pemerintah. Sementara dari sudut industri, kehadiran produk ilegal menimbulkan persaingan tidak sehat karena harga yang lebih murah dan tidak dibebani kewajiban cukai.
Fokus pemerintah pada pemberantasan
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah menegaskan bahwa pemerintah menempatkan pemberantasan rokok ilegal sebagai prioritas. Penindakan terhadap peredaran produk tanpa pita cukai, menurutnya, menjadi langkah penting agar industri yang patuh aturan tidak semakin dirugikan.
Namun, meski pemerintah telah menunjukkan komitmen, realitas di lapangan masih menunjukkan lemahnya pengawasan. Rokok ilegal tetap beredar luas, bahkan sering dijumpai di berbagai lapak kecil hingga toko ritel. Fenomena ini menimbulkan tanda tanya besar tentang sejauh mana strategi pengawasan telah berjalan efektif.
Kebijakan cukai ditahan, industri lega
Di sisi lain, pemerintah juga mengambil langkah untuk menahan kenaikan cukai rokok dan pajak tahun 2026. Kebijakan ini dianggap sebagai bentuk perlindungan bagi industri resmi agar tidak terbebani lebih jauh di tengah maraknya peredaran produk ilegal.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachyudi, menilai kebijakan Kementerian Keuangan ini sebagai langkah positif. Menurutnya, industri rokok legal memang sudah cukup tertekan oleh turunnya permintaan akibat dominasi produk ilegal yang lebih murah di pasaran.
“Langkah pemerintah menahan kenaikan cukai cukup baik, tapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana penindakan dilakukan secara menyeluruh dan tidak hanya menyasar pedagang kecil,” jelas Benny.
Penindakan sering terjadi karena kebetulan
Benny menyoroti fenomena bahwa banyak kasus rokok ilegal terungkap bukan karena operasi besar yang sistematis, melainkan karena faktor kebetulan. Contohnya, ketika ada kendaraan pengangkut rokok terguling, atau saat aparat melakukan razia kecil di warung.
Sementara itu, jalur utama distribusi rokok ilegal yang lebih besar justru belum tersentuh serius. Kondisi ini membuat peredaran produk ilegal seakan terus mendapat ruang bebas untuk berkembang.
“Jika penindakan hanya berhenti di tingkat pedagang kecil, masalah tidak akan pernah selesai. Sumber utama peredaran rokok ilegal harus ditindak dengan tegas,” tambahnya.
Modus penyalahgunaan cukai
Selain distribusi gelap tanpa pita cukai, ada pula modus lain yang dilakukan oleh pelaku, yaitu memanipulasi bea cukai. Mereka kerap menggunakan pita cukai dari golongan lain yang beban tarifnya lebih rendah, sehingga bisa menjual produk dengan harga lebih murah di pasaran.
Manipulasi volume maupun jenis produk ini jelas merugikan negara. Pajak dan cukai yang seharusnya masuk ke kas negara menjadi tidak optimal. Industri resmi yang menjalankan kewajiban pun semakin tersudut karena pasar dibanjiri produk ilegal yang jauh lebih murah.
Kerugian negara dan industri kian besar
Data yang beredar menunjukkan bahwa potensi kerugian dari peredaran rokok ilegal sudah sangat besar. Negara kehilangan penerimaan dalam jumlah signifikan, sementara industri legal — baik produsen rokok putih maupun jenis lainnya — menghadapi penurunan penjualan yang konsisten.
“Kerugian yang ditimbulkan sudah sangat besar karena jumlah rokok ilegal sangat banyak, sementara pasar produk resmi terus menurun,” tegas Benny.
Kondisi ini tentu berdampak domino, tidak hanya pada perusahaan rokok tetapi juga pada tenaga kerja dan sektor pendukung lain yang terhubung dengan industri tembakau.
Perlunya langkah tegas dan terstruktur
Melihat skala permasalahan, berbagai pihak menilai bahwa pemerintah harus mengambil langkah tegas dari hulu ke hilir. Penindakan tidak cukup hanya dengan razia kecil, melainkan harus disertai pengawasan ketat terhadap jalur produksi, distribusi, hingga titik pemasaran.
Selain itu, kerja sama lintas lembaga juga sangat penting. Bea Cukai, aparat penegak hukum, hingga pemerintah daerah perlu bersinergi agar rantai peredaran rokok ilegal dapat diputus secara efektif.
Harapan industri dan masyarakat
Bagi industri rokok legal, pemberantasan produk ilegal bukan hanya soal keberlangsungan usaha, tetapi juga tentang keadilan. Mereka yang selama ini taat aturan dan membayar kewajiban kepada negara merasa dirugikan ketika pesaing ilegal dibiarkan leluasa beroperasi.
Sementara itu, bagi masyarakat, keberadaan rokok ilegal juga berisiko. Produk tanpa standar regulasi bisa beredar tanpa pengawasan kualitas, sehingga menambah dampak negatif bagi konsumen.
Dengan demikian, masalah rokok ilegal bukan sekadar isu fiskal, melainkan juga menyangkut aspek kesehatan, keadilan industri, dan kredibilitas negara dalam menegakkan aturan.
Penutup
Peredaran rokok ilegal yang semakin marak menjadi ancaman nyata bagi stabilitas industri tembakau dan penerimaan negara. Meski pemerintah sudah menunjukkan komitmen, langkah penindakan perlu ditingkatkan agar menyasar aktor utama, bukan sekadar pedagang kecil.
Dengan pendekatan yang lebih terstruktur, transparan, dan menyeluruh, diharapkan peredaran rokok ilegal dapat ditekan. Pada akhirnya, industri yang patuh aturan bisa kembali bersaing secara sehat, dan negara tidak lagi kehilangan potensi penerimaan yang seharusnya menjadi hak rakyat.