Rupiah

Rupiah Bertahan Meski Tertekan, Pasar Tunggu Keputusan Federal Reserve

Rupiah Bertahan Meski Tertekan, Pasar Tunggu Keputusan Federal Reserve
Rupiah Bertahan Meski Tertekan, Pasar Tunggu Keputusan Federal Reserve

JAKARTA - Nilai tukar rupiah masih tertahan di bawah tekanan dolar Amerika Serikat (AS) meski Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi di pasar valuta asing.

Pergerakan mata uang garuda pada pertengahan pekan ini menunjukkan pelemahan yang cukup tipis, menandakan masih kuatnya dominasi dolar di tengah kehati-hatian pelaku pasar menunggu sinyal kebijakan moneter global.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup melemah tipis 0,07% ke level Rp 16.573 per dolar AS. Adapun kurs Jisdor Bank Indonesia (BI) mencatat pelemahan yang sedikit lebih dalam, sebesar 0,28% ke posisi Rp 16.606 per dolar AS.

Pergerakan ini memperlihatkan tekanan eksternal masih cukup dominan terhadap stabilitas rupiah, meskipun otoritas moneter terus berupaya menjaga keseimbangan nilai tukar.

Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa penguatan dolar AS disebabkan oleh nada hawkish yang kembali disuarakan oleh para pejabat Federal Reserve (The Fed).

Menurutnya, tekanan yang timbul dari kebijakan suku bunga tinggi membuat aset berdenominasi dolar menjadi lebih menarik di mata investor global. “Namun, intervensi BI membatasi pelemahan,” ujar Lukman.

Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa tanpa langkah stabilisasi yang dilakukan otoritas moneter, pelemahan rupiah berpotensi jauh lebih dalam dari yang terjadi saat ini.

Tekanan Eksternal dan Data Domestik Jadi Faktor Utama

Selain faktor eksternal, sentimen domestik juga turut memberi tekanan terhadap kinerja rupiah. Turunnya indeks kepercayaan konsumen (IKK) Indonesia pada September menjadi salah satu faktor yang menekan optimisme pasar.

Penurunan kepercayaan ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap daya beli dan prospek ekonomi nasional dalam jangka pendek. Faktor tersebut memperburuk pandangan pelaku pasar yang sebelumnya sudah dihadapkan pada ketidakpastian arah kebijakan moneter global.

Investor cenderung menahan diri dan beralih ke aset yang dianggap lebih aman, terutama dolar AS dan obligasi pemerintah Amerika. Lukman menegaskan bahwa pergerakan rupiah saat ini merupakan kombinasi antara faktor global dan domestik.

Dari luar negeri, pasar masih menanti kejelasan arah kebijakan suku bunga The Fed. Dari dalam negeri, perlambatan beberapa indikator ekonomi membuat daya tarik rupiah relatif terbatas.

“Pasar cenderung berhati-hati menghadapi rilis risalah FOMC malam ini,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa sentimen dari pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) akan menjadi kunci utama dalam menentukan arah rupiah untuk beberapa hari ke depan.

Pasar Menanti Risalah FOMC Sebagai Penentu Arah

Pelaku pasar kini menempatkan perhatian besar pada hasil risalah rapat FOMC yang akan dirilis. Risalah ini akan memberikan gambaran tentang sikap terbaru para pejabat The Fed terkait inflasi dan kebijakan suku bunga.

Banyak pihak memperkirakan bahwa Ketua The Fed Jerome Powell akan tetap mempertahankan nada hawkish sejalan dengan langkah-langkah pengetatan moneter sebelumnya.“Hal ini akan mendorong dolar AS kembali menguat dan menekan rupiah,” kata Lukman.

Jika proyeksi tersebut benar, maka tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, bisa berlanjut. Investor global umumnya akan memperkuat posisi mereka di aset dolar, terutama apabila pandangan The Fed masih menekankan pentingnya menjaga inflasi di bawah kendali.

Situasi seperti ini membuat pelaku pasar di Indonesia bersikap konservatif, menunggu kejelasan arah sebelum melakukan langkah spekulatif baru. Di sisi lain, beberapa analis menilai bahwa jika The Fed memberi sinyal mulai melonggarkan kebijakan pada tahun depan, maka ruang penguatan rupiah dapat terbuka.

Namun hingga kini, peluang tersebut dinilai masih terbatas. Dengan inflasi AS yang belum menunjukkan penurunan signifikan, bank sentral AS tampaknya masih akan mempertahankan suku bunga tinggi dalam waktu lama.

Proyeksi Pergerakan Rupiah Masih Berpotensi Melemah

Menghadapi situasi ini, para analis memperkirakan pergerakan rupiah dalam jangka pendek masih cenderung melemah. Menurut Lukman, tekanan dari eksternal belum menunjukkan tanda mereda, terutama karena perbedaan suku bunga yang masih lebar antara Indonesia dan AS. “Rupiah masih berpotensi melanjutkan pelemahan,” jelasnya.

Meski demikian, intervensi Bank Indonesia di pasar valuta asing serta kebijakan stabilisasi lainnya diperkirakan akan tetap menjadi penopang utama. BI kemungkinan akan terus menjaga volatilitas agar pelemahan tidak berlebihan dan menjaga stabilitas sistem keuangan domestik.

Dalam jangka menengah, kinerja rupiah akan bergantung pada arah inflasi global, stabilitas harga energi, serta keputusan The Fed dalam beberapa bulan ke depan. Selama tekanan eksternal belum mereda, investor lokal diimbau untuk berhati-hati dalam mengambil posisi terhadap aset berdenominasi rupiah.

Pelaku pasar kini menunggu hasil risalah FOMC dengan harapan munculnya sinyal positif bagi mata uang negara berkembang. Jika bank sentral AS menunjukkan kecenderungan menahan suku bunga atau mengisyaratkan langkah pelonggaran, rupiah berpeluang untuk menguat kembali.

Sebaliknya, bila sikap hawkish tetap dipertahankan, rupiah kemungkinan besar masih akan berada di bawah tekanan hingga akhir pekan.

Kondisi ini mempertegas bahwa stabilitas rupiah tidak hanya bergantung pada kebijakan dalam negeri, tetapi juga pada arah kebijakan global. Dengan koordinasi yang kuat antara BI dan pemerintah, stabilitas nilai tukar diharapkan dapat terus terjaga meski tekanan eksternal masih cukup besar.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index